Rabu, 03 Agustus 2011

asuhan keperawatan perioperatif thymoma


A.         Gambaran Umum Penyakit
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel kelenjar thymus. Thymus adalah organ yang berperan dalam system imun dengan memproduksi sel T. Thimus memiliki dua tipe sel, yaitu epithelial dan limfolitik. Thymoma dapat timbul pada kedua sel tersebut, yang dapat tumbuh jinak (non invasive) atau ganas (invasive).
Tumor mediastinum, termasuk thymoma sangat jarang didiagnosa saat ukuran tumor masih kecil. Kemungkinan karena anatomi rongga mediastinum sendiri yang memungkinkan peluang bagi tumor untuk terus membesar tanpa keluhan klinis. Hal itulah yang menyebabkan thymoma baru terdiagnosa pada stadium III keatas.
Kejadian paling sering thymoma ditemukan pada usia dewasa (usia 40 – 50 tahun), jarang terjadi pada anak-anak. Tidak terdapat prevalensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografis. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate didalam organ-organ sekelilingnya. Thymoma kebanyakan berhubungan dengan myasthenia gravis.
Thymoma biasanya simptomatik pada waktu didiagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain, thymoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa local, yang mencakup nyeri dada, dispnoe, hemoptisis, batuk dan gejala yang berhubungan dengan obstruksi vena cava superior.

B.          Anantomi dan Fisiologi
1.           Mediastinum
Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang  pada lateral dibatasi oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum,di posterior oleh kolumna vetebralis,dan di bagian atas dibatasi oleh otot-otot dasar leher. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorak di superior. (Sabiston, 1994).
Mediastinum secara klasik dibagi kedalam empat bagian. Mediastinum superior dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus sterni ke ruang intervetebralis keempat. Kavitas perikarditis membagi lebih lanjut mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi didalam mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma didalam mediastinum. (Sabiston, 1994).


Secara anatomi, mediastinum superior berisi tymus, trakea atas, esophagus dan arcus aorta serta cabangnya. Mediastinum anterior berisi aspek inferior tymus maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola. Isi mediastinum media mencakup jantung, pericardium, nervus frenikus, bifukartio trachea dan bronchi principalis maupun nodi limfatis trakhealis dan bronkhialis. Didalam mediastinum posterior terletak esophagus nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desendens, system azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe paravertebralis maupun jaringan aerola.
Lesi tak dapat dikenali dengan mudah dengan menggunakan system pembagian ini. Thymoma atau tumor teratodermoid timbul dalam aspek  mediastinum superior maupun mediastinum anterior. Tumor neurogenik timbul dalam aspek posterior mediastinum superior maupun anterior. Sehinggga cara lain untuk membagi mediastinum telah diusulkan, yang memberikan tiga pembagian anatomi. Mediastinum posterior didefinisikan kembali sebagai ruangan mediastinum yang teletak posterior terhadap batas posterior pericardium. Bagian anterosuperior mengandung aspek anterior mediastinum superior maupun mediastinum anterior yang telah didefinisikan sebelumnya. (Sabiston, 1994). Pembagian mediastinum :
Pembagian mediastinum kedalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu secara praktis proses penegakkan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan orientasi system mempermudah pemahaman pathogenesis proses patologis di mediastinum (Aru W. Sudoyo, 2006).

Pertimbangan untuk diagnosis :
-          Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan asimptomatik.
-          Pembagian mediastinum kedalam rongga anterior, superior, medial dan posterior bertujuan memudahkan dalam penegakkan diagnosis.
-          Lebih dari 60 % lesi pada dewasa ditemukan pada rongga anterior-superior mediastinum, sedangkan pada anak 60 % lesi ditemukan di posterior mediastinum.
-          Pada 75 % dewasa dan 50 % anak-anak massa yang terjadi adalah jinak.
-          Massa ganas yang paling umum terjadi dirongga anterior-superior adalah timoma,penyakit hodgin, limfoma non hodgin dan tumor germ cell.

2.           Kelenjar Thymus
Kelenjar tymus terletak dibelakang sternum. merupakan organ lymphoid dengan dua lobus. Pada lapisan luar/korteks banyak mengandung limfosit dan dibagian dalammya kurang mengandung limfosit.
Banyak terdapat pembuluh darah tetapi sedikit sekali serabut syaraf, banyak bekerja pada usia anak sampai dengan awal dewasa lalu atropi menjadi jaringan lemak. Stress berkepenjangan mempercepat atropi kelenjar ini akibat pengeluaran hormone adrecorticoid yang merusak jaringan kelenjar tymus.
Fungsi utama kelenjar ini memproses sel T untuk imunitas. Hormonnya adalah: Tymosin Alfa, Tymosin B1-B5, Tymopoeitin I dan II, Tymic humoral Factor, Tymostimulin dan Factor Tymic Serum.




C.         Etiologi
Penyebab thymoma tidak diketahui. Seperti kita ketahui kanker terjadi ketika mekanisme normal yang mengontrol pertumbuhan sel terganggu,  karena sel terus menerus tumbuh tanpa berhenti. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada DNA sel. Demikian pula nampaknya yang terjadi pada thymoma, yaitu keadaan dimana kelenjar thymus yang seharusnya tidak tumbuh lagi, malah menjadi semakin terus membesar.

D.         Patofisiologi
Tymoma maligna berasal dari epitel kelenjar tymus yang mengalami pembesaran terus menerus. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate didalam organ-organ sekelilingnya. Metastase biasanya terjadi pada organ sekitar (paru, hati, vena cava, dsb).

E.          Tanda dan Gejala
Kelenjar thymus berada  dibelakang tulang dada dan didepan trachea, esophagus, jantung dan sebagian besar pembuluh darah yang menuju dan dari jantung. Karena lokasi ini, menyebabkan thymoma akan membuat penekanan pada berbagai organ ini. Apabila penekanan tidak terjadi, gejala inilah yang akan muncul :
-                 Batuk
-                 Nyeri dada saat bernafas dalam
-                 Nafas pendek
-                 Susah menelan
-                 Wheezing
-                 Suara serak
-                 Pembesaran kelenjar limfe pada leher atau diatas tulang selangka
Banyak pasien dengan thymoma tidak merasakan gejala apa-apa tetapi baru diketahui setelah terjadi pembengkakan diatas tulang dada. Satu dari tiga pesien dengan thymoma, didiagnosa dengan myasthenia gravis.
F.          Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan timoma berdasar­kan stage dan hispatologi timoma yang didapat. Bedah adalah pilihan terapi untuk timoma stage I, II, dan III dengan jenis bedah yang dilakukan reseksi komplit. Pada kasus dengan kegawatan respiratori, kardiologi, atau sisitem saluran cerna, dapatdilakukan De bulking untuk membuang tumor sebanyak mungkin sehingga kegawatan dapat teratasi dan segera diikuti dengan radiasi pascabedah (adjuvan radioterapi).
Kemoterapi dapat diberikan pada semua stage misalnya stage I, II, dan III yang tidak mungkin dilakukan pembedahan. Kemoterapi adjuvan untuk timoma stage III yang dibedah diberikan 2 minggu pascabedah dan syarat-syarat kemoterapi telah terpenuhi.
Kemoterapi diberikan setiap 4 minggu (28 hari) dan maksimal 6 siklus dengan evaluasi setelah pemberian 2 siklus. Kombinasi kemoterapi dan terapi dibe­rikan secara sekuensial karena tingginya efek samping masing-masing tindakana. Paduan obat kemoterapi untuk timoma ada beberapa. Antara lain cisplatin + do­xo­rubicin + cyclophosphamide. Atau rejimen cisplatin + etoposide (PE), rejiman etoposide + ifosfamid +cisplatin (VIP) atau doxorubicin + cisplatin + vincristin + cyclophosphamide (ADOC).


G.         Diagnosa Keperawatan Perioperatif  yang Lazim Muncul
1.           Diagnosa keperawatan Pre Operatif
Ø  Kurang pengetahuan preoeratif  berhubungan dengan kurang  paparan sumber informasi
Ø  Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan  operasi
Ø  Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress akibat pembedahan
2.           Diagnosa keperawatan Intra  Operatif
Ø  Hipothermia berhubungan dengan terpajan suhu lingkungan di OK
Ø  Resiko cedera berhubungan dengan pemakaian ESU (Electro Surgery Unit )
Ø  Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Ø  Resiko gangguan keseimbangan cair an dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan/darah selama operasi
3.           Diagnosa keperawatan Post Operatif
Ø  Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan agens anesthetic
Ø  Nyeri akut dan ketidaknyamanan berhubungan dengan paska operasi
Ø  Resiko cedera berhubungan dengan status paska anesthesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar