STRUMA
A. Pengertian
Struma/goiter adalah semua pembesaran kelenjar gondok (Ari Sutjajo,2007) Struma nodusa atau struma adenomatosa, terutama ditemukan di daerah pegunungan karena infusiensi yodium, struma nodusa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu (R.Sjamsuhidajat ,1997).
B. Tipe / Jenis Struma Nodusa
1. Functional Hipertropik dan Hiperflasi:
a. Struma non tocxic: Difus,Noduler
b. Struma toxic: Noduler( parry´s disease), Diffus( Grave´s disease)
2. Neoplasma
a. Jinak : Adenoma
b. Ganas: Karsinoma yaitu pepliferum, folikularis, anaplastik.
3. Infeksi:
a. Akut :
- Stafilokokus tiroiditis
- Sterptokokus tiroiditis
- Nonsupiuratif tiroiditis = Subacute tiroiditis
b. Kronis :
- TBC
- Tiroiditis Hasimoto
- Tiroiditis Riedel
4. Lain – lain pembagian:
1. Struma Difusa
2. Struma nodusa
3. Struma multinodusa
Diagnosis struma yaitu benjolan pada leher bagian anterior / anterolateral yang ikut bergerak keatas atau menelan.
C. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid tumbuh dari invaginasi dasar faring yang terjadi pada minggu keempat kehamilan. Primordial kelenjar tiroid berimigrasi kearah kaudal dan bergabung dengan sebagian dari kantong faring keempat. Bentuk ini disebut badan ultimobrankial atau badan posbrankial.
Gb. 1. Posisi kelenjar thyroid
Kelenjar tiroid tumbuh dari kantong faring ke tiga dan ke empat . Karena hubungan embriologik ini, kelenjar – kelenjar paratiroid sangat erat berhubungan dengan tiroid dalam hal ini perlu diperhitungkan dalam bedah tiroid.
Kelenjar tiroid terletak di depan dan di sisi leher, berhadapan dengan vertebra servikalis bawah dan torakal pertama. Kelenjar ini terdiri dari dua lobus, satu lobus terdiri pada setiap kelenjar dihubungkan dengan bagian sempit yang disebut ismus,yang menyilang tepat di depan trakea di bawah laring. Kelenjar ini dibentuk dari sejumlah folikel tertutup yang mengandung materi kuning semi cair yang disebut kolota.
Sel-selnya menghasilkan dua hormon yang disebut tiroksin dan triiodotironim ( T4 dan T3) yang dapat dilepas secara langsung kedalam aliran darah, bila hormone ini diperlukan atau dapat berkaitan substansi protein, tirogobulin dan disimpan dalam koloid tersebut.
D. Etiologi
Defisiensi yodium kelainan metabolic konginetal yang menghambat sintesa hormone tiroid. Penghambatan sintesa hormone oleh zat kimia, penghambatan Sintesa hormone oleh zat-zat lain ( Ari Sutjajo,2007)
Jumlah yodium dalam makanan sangat berpengaruh pada kelenjar yang tergantung keadaan kelenjar dan jumlah relatife yodium yang dapat diperoleh kelenjar. Karenanya kurang yodium dalam makanan dapat menyebabkan efek goitrogenik. Obat lain seperti litium yang menghalangi peningkatan yodium dan pelepasan hormone juga mempunyai pengaruh terhadap fungsi tiroid ( ROBERT H.OSSOF,1994).
E. Patofisiologi
Pada struma nodusa baisanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodolar pada saat dewasa. Sekitar 5 % dari struma nodosa mengalami keganasan. Tanda keganasan ialah setiap perubahan bentuk, perdarahan lokal, dan penyusupan di kulit, n.rekurens, trakea atau esophagus. Tiroid mungkin ditemukan sampai ke mediastinum anterior terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan menelan katena aperture toraks terlalu sempit dan mungkin asimtomik (R.Sjamsuhidajat, 1997).
F. Tanda dan Gejala
Pasien yang menderita struma nodusa tampak terlihat tenang, tidak sakit dan tidak sesak napas. Benjolan tunggal dapat berupa nodul koloid, kista tunggal, aenoma tiroid jinak, atau karsinoma tiroid. Nodul ganas lebih sering ditemukan pada lelaki muda (R.Sjamsuhidajat, 1997).
Bermacam-macam klasifikasi, tetapi yang sering dipakai adalah menurut Perez (1960):
GRADE O : Tak teraba struma, atau bila teraba besarnya normal
IA : Teraba struma tetapi tak terlihat
IB : Teraba struma, tetapi baru dapat dilihat apabila posisi kepala menengadah
II : Struma sudah dilihat dalam posisi biasa
III : Struma sudah dilihat dalam posisi biasa dari jarak yang agak jauh( 6 meter )
IV : Struma yang amat besar (monstrous) (Ari Sutjahjo, 2007).
Diagnosis / pemeriksaan (R.Sjamsuhidajat, 1997) :
· Morfologi : - Besar, bentuk, batasnya
- Konsistensi, hubungan dengan sekitarnya
- Ultrasonografi,foto Roentgen
· Fungsi : - Uji metabolism
- Uji fungsi tiroid, kadar hormone
- Antbodi tiroid
· Lokasi dan fungsi : - Sidik radioaktif / tes yodium radioaktif
· Diagnostik patologik : - Fungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi
- Biopsi insisi / eksisi untuk pemerikasaan histology
G. Penatalaksanaan
Pengertian ismolobektomi adalah operasi pengangkatan kelenjar tiroid bisa sebelah dekstra atau sinistra atau kedua-duanya (bilateral). (R.Sjamsuhidayat,1997)
Indikasi ismolobektomi adalah :
- Kosmetik atau kecantikan
- Eksisi nodulus tunggal ( yang mungkin ganas )
- Struma multinoduler yang berat
- Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain
H. Komplikasi
1. Langsung sewaktu pembedahan :
o Perdarahan
o Cedera n.rekurens uni atau bilateral
o Cedera pada trakea,esophagus atau syaraf di leher
o Kolaps trakea karena malakia trakea
o Terangkatnya seluruh kelenjar paratiroid
o Terpotongnya duktus torasikus di leher kanan
2. Segera pasca bedah :
o Perdarahan di leher
o Perdarahan di mediastinum
o Udem laring
o Kolaps trakea
o Krisis tirotoksik
3. Beberapa jam sampai :
o Hematom
4. Beberapa hari pasca bedah :
o Infeksi luka
o Udem laring
o Paralisis n.rekulens
o Cedera n.laringeus superior
o Hipokelsimia
5. Lama sekali pasca bedah :
o Hipotiroidi
o Hipoparatiroidi
o Nekrosis kulit
o Kebocoran duktus torasikus
I. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim muncul
Diagnosa Pre Operatif :
1. Kecemasan berhubungan dengan tindakan operasi yang akan dilakukan
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Diagnosa Intra Operatif :
1. Resiko tinggi terhadap deficit volume cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan prosedur dan teknik anastesi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan dilaksanakannya prosedur infasif serta pembedahan
Diagnosa Post Operatif :
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Resiko cidera berhubungan dengan aspek anastesi dan pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek pembedahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar